
Oleh: H.Muhammad Roinul Balad,S.Sos*
KABARDEWAN.COM – – Islam adalah ajaran yang sempurna (syamil) yang mencakup semua urusan dan kepentingan serta hidup manusia, termasuk didalamnya urusan politik dan kekuasaan. Namun dalam Islam urusan dan kepentingan politik serta kekuasaan tersebut dibalut dalam bingkai syariah atau syiasah syar’iyah.
Politik bagi kaum muslimin harus dijiwai dengan ruh keimanan dan ketakwaan dalam bingkai syariah Islam sehingga berpolitik itulah bagian dari pengabdian kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dengan politik ini orang bisa mengatur secara lingkup lokal, nasional bahkan global. Kalau aturan individu pribadi dengan keluarga ada sistem keluarga dalam Islam. Biasanya kalau sudah bicara politik maka dia mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara secara global maka perhatian Islam terhadap politik ini sangat dalam dan menyeluruh, bukan sekedar memimpin dan berkuasa semata.
Dalam Islam, berpolitik itu adalah sesuatu yang harus dipahami untuk bisa bertakwa kepada Allah maka ada hal yang diambil dalam hal sejarah yaitu pertama bagaimana menjadikan diri kita menjadi orang yang bertakwa.
Kalau sudah berhubungan yang berbangsa dan bernegara maka konsekuensi dalam politik secara umum bahwa dengan politik ini kita ingin mewujudkan negara yang baik atau dalam Islam disebut dengan baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur yakni sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya,”imbuhnya.
Berpolitik merupakan salah satu cara dalam mengambil kekuasaan dan kepemimpinan secara legal dan sah dalam sistem demokrasi di Indonesia. Kemimpinan dalam lingkup kecil maupun yang lebih luas. Namun demikian politik dan kekuasaan dalam Islam adalah untuk menjadikan seorang muslim semakin taat kepada Allah Ta’ala. Selain itu berpolitik merupakan salah satu dari jalan dakwah amar ma’ruf nahyi munkar sehingga politik tanpa dakwah akan sesat dan dakwah tanpa politik akan lemah.
Kekuasaan ditangan kaum muslimin yang bertaqwa maka akan lebih mudah mengajak masyarakat untuk kepada jalan ketakwaan dan ketaatn kepada Allah. Jangan sampai justru menimbulkan kerusakan. Inilah pentingnya politik dalam arti praktis ya untuk mengambil kekuasaan di tangan kaum muslimin menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa, dimana doa yang senantiasa kita panjatkan mengutip dalam Al Quran surat Al Furqon ayat 74, Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a’yun waj’alna lil muttaqina imama. Yang artinya: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Sementara itu terkait dengan momentum di Indonesia dengan sistem demokrasi 5 tahunan maka pada pada 2024 dimana akan pesta demokrasi yakni Pileg dan Pilpres, bahwa NKRI ini adalah merupakan warisan dari para pendahulu kita orang-orang yang beriman dan bertakwa (para ulama) tapi dalam konteks bermasyarakat tidak menafikan ada orang yang beragama lain selain Islam faktanya mayoritas agama Islam di Indonesia ini yang tetap akan memiliki peran besar adalah umat Islam.
Jadi yang pertama misalnya dari umat Islam adalah keberadaan kita di Indonesia jangan suara umat Islam dalam 5 tahun tersebut jadi rebutan semata. Dalam Islam jelas memilih pemimpin itu yang seiman dan seaqidah. Ini sesuai dengan ajaran Islam dalam Al Quran dan Hadits, yang secara prinsip tidak menyalahi aturan negara. Memilih pemimpin yang muslim yang taat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan ketaatannya dilahirkan ketaatan itu diperlihatkan secara dhohir.
Bahwa yang namanya ketaatan dan ketakwaan bisa dilihat secara dhohir atau kasat mata misalnya dengan shalat lima waktu dengan jelas kemudian ucapan lisannya serta perilakunya tidak membuat sakit hati umat Islam maupun umat agama lain. Kemudian juga taat kepada syariah itu tidak ada rasa kebencian tapi dia misalnya senang dengan syariat Islam dibuktikan dengan pernyataan dan perilaku yang sopan, santun dan beretika serta beradab.
Sementara terkait calon pemimpin tadi dalam konteks pemilu di Indonesia bagi kaum muslimin ada dua hal pertama adalah penting menyadari bahwa umat Islam mayoritas sehingga suara umat Islam akan dominan, diperhitungkan dan menjadi rebutan. Sementara yang kedua umat Islam jangan mau diadu domba dan jadi alat pendulang suara saja.
Makanya harus ada kepastian umat Islam memiliki calonnya yang harus dibuktikan dengan perilakunya bukan hanya dengan teori atau sekedar pandai beretorika dan orasi diatas pentas. Jangan sampai kita mau di adu domba karena kalau diadu domba dengan sesama muslim rusak kekuatan kita khususnya kaum muslimin umumnya. Pemilu harusnya jadi momentum umat Islam memiliki wakil rakyat yang amanah dan memiliki pemimpin dalam skala nasional yang jujur,berwibawa,dipercaya, dicintai rakyat serta memperjuangan kepentingan rakyatnya. Intinya pelaksanaan pemilu dan system demokrasi harus dilakukan secara adil dan beradab.
Bangsa Indonesia ini ibarat sebuah kapal besar kapal besar maka yang harus dijaga haluannya agar mencapai tujuan serta mampu melindungi seluruh penumpangnya. Dimana dalam penumpang kapal yang besar tersebut bukan hanya kaum muslimin meski mayoritas tetapi juga ada suku dan agama yang lain.
Rumusnya juga selama tidak mengganggu keimanan kita tentu wajib menjaganya bersama-sama. Namun jika sudah mengganggu tentu ada konsekuensinya sesuai hukum yang berlaku di Indonesia dimana semua orang sama dihadapan hukum, tidak ada yang istimewa dan diistimewakan.
Tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan pesta demokrasi Indonesia adalah sikap dan perilaku menjaga kondusivitas bangsa dan negara khususnya dalam internal kaum muslim itu sendiri. Penulis sendiri menekan akan pentinya umat Islam melakukan silaturahim dan dialog terbuka yang dibangun dengan semangat kekeluargaan untuk menjaga ukhuwah.
Silaturahim ini menjadi salah satu kunci dalam menjaga ukhuwah. Sesama anak bangsa khususnya sesama muslim jangan bersikap saling curiga, menebar fitnah, saling menjatuhkan. Akan tetapi yang harus dilakukan adalah silaturahmi, tabayyun, saling menguatkan dan mengindari perpecahan serta jangan mau diadu domba.
Terkait dengan calon-calon pemimpin yang secara keagamaan bisa jadi dari seorang muslim itu sendiri maka dia harus menjadi teladan. Jangan sampai seorang calon pemimpin justru berperilaku buruk baik ucapan maupun tindakannya. Pemimpin akan menjadi role model dalam segala hal maka sikap keteladanan itu sangat penting.
Adanya sikap saling mengingatkan dan tujuannya untuk kebaikan semua untuk kepentingan bangsa maka hendaknya tidak saling menyerang, menjelekkan menebar fitnah dan lain sebagainya. Lakukan berdemokrasi dengan arif, bijak dan beradab.
Jika ada seorang calon pemimpin yang melakukan hal demikian maka sejatinya ia bukan seorang negarawan sehingga tidak layak untuk memimpin bangsa ini dimana sikap moral, etika, adab dan akhlak mulia masih dijunjung tinggi Indonesia. Meski namanya demokrasi yang prinsip kebebasan berpendapat dan bereksprsi namun tetap harus ada aturan dan etika yang ikuti dan ditaati bersama.
Kedua tentu saja para pendukung, Nah ini yang lebih berat lagi karena para pendukung sangat heterogeny, berbeda latar belakang suku, budaya bahkan agama serta bermacam-macam karakter serta kedewasaan dalam berdemokrasi. Maka sebagai muslimin harus cerdas, bijak juga harus santai, jangan terbawa emosi, jangan juga kita terjebak dengan apa yang mereka inginkan secara negatif dan provokasi. Semua perlu disaring dan dicerna sebelumnya menyebarkan informasi.
Tak kalah penting juga agar kaum muslimin itu bersikap cerdas dan berjiwa dewasa khususnya dalam menghadapi tahun-tahun politik baik mulai sekarang maupun yang akan datang. Kedewasaan itu harus dibuktikan dari sikap, ucapan maupun perilaku dalam berpolitik, baik ia sebagai calon pemimpin maupun sebagai pemilih calon pemimpin.
Kita telah belajar berdemokrasi secara bertahun-tahun dan berulangkali melakukan pesta demokrasi yang disebut dengan pemilu maka semua itu harus menjadi pelajaran bagi kita khususnya kaum muslimin di negeri yang kita cintai ini. Jangan biarkan ukhuwah dan keutuhan NKRI ini justru dikotori dan dirusak oleh musuh bangsa dan agama. Para ulama dan pendahulu bangsa ini telah mewariskan negeri ini dengan perjuangan,darah bahkan nyawa maka selayaknya kita para pewaris itu melanjutkan dan menjaga serta membangunnya menjadi lebih serius dan penuh tanggung jawab. Wallahu’alam bishshawab. [ Admin ]
*penulis adalah Ketua Dewan Dakwah (DDII) Jabar, aktivis pendidikan, dakwah dan sosial

